Monday, 13 January 2014

URUTAN DAN SERIASI UNTUK ANAK USIA DINI

Konsep Urutan dan Seriasi




Mengurutkan (ordering) merupakan kemampuan yang dikuasai anak dalam menyusun  dan menghitung setiap obyek hanya satu kali secara berurutan, sehingga terdapat proses keteraturan.
Seriasi (seriation) merupakan kemampuan mengurutkan susunan obyek-obyek berdasarkan karakteristik ukurannya, misalnya dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang terpendek sampai yang terpanjang. Seriasi juga merupakan kemampuan dasar untuk membandingkan, memahami lambang sama dengan, tidak sama dengan (< dan >). Ada 4 tipe seriasi, yaitu: (1) urutan melalui ukuran, bunyi, posisi, (2) bilangan ordinal seperti ke 1, ke 2, ke 3, (3) meletakkan sejumlah benda yang berbeda mulai dari yang paling sedikit sampai yang paling banyak, (4) pasangan 1-1 antara 2 set benda-benda yang berhubungan (dobel seriasi). 
Sedangkan menurut Piaget, kemampuan seriasi dibagi menjadi 5, yaitu: mengurutkan objek berdasarkan pola ukuran bentuk, mengurutkan obyek berdasarkan pola ukuran warna, menghitung setiap objek hanya satu kali secara berurutan, menyusun objek berdasarkan ukuran panjang & pendek, menyusun objek berdasarkan ukuran besar & kecil.
Menurut Bredekamp & Copple dalam Musfiroh (2005: 85), anak usia 4 tahun belum mampu dalam tugas konservasi. Mereka bingung ketika dihadapkan pada objek yang sama tetapi ditata dalam cara yang berbeda. Meskipun telah memiliki perbendaharaan konsep, mereka masih mengalami kesulitan menggunakan konsep abstrak, seperti waktu, ruang, dan ukuran untuk mengorganisasikan pengalaman mereka.
Sebagian dari anak usia 4 tahun dapat menunaikan tugas menata secara seri atau urut berdasarkan panjang atau ukuran. Meskipun demikian, apabila diklasifikasikan didasarkan pada dua sifat (misal kotak dan lingkaran dan anak disuruh menentukan mana yang lebih besar) anak masih menglami kesulitan.
Menurut Gelman & Gallistel dalam Papalia (2009: 340), pada masa kanak-kanak awal, anak-anak mulai memahami lima prinsip berhitung.
Prinsip 1 untuk 1: hanya menyebutkan sebuah nomor sebanyak satu kali untuk setiap hal yang dihitung (“satu… dua… tiga”).
Prinsip urutan yang tetap: menyebutkan nomor dengan urutan yang tetap (“satu, dua tiga…”, bukan “tiga, dua, satu…”).
Prinsip ketidakrelevanan urutan: mulai menghitung dari benda manapun, dan jumlah total hitungan akan tetap sama.
Prinsip kardinalitas: nomor terakhir yang disebut adalah total jumlah benda yang dihitung. (jika ada 5 barang, maka nomor terakhir adalah “5”).
Prinsip abstraksi: prinsip-prinsip sebelumnya berlaku untuk semua objek. 
Dengan demikian dari pernyataan Gelman & Gallistel, dapat disimpulkan bahwa kemampuan anak pada masa kanak-kanak awal dalam memahami konsep urutan dan seriasi adalah terjadi ketidak relevanan urutan dan dalam pengurutan angka, anak belum memahami konsep terbalik atau dalam menyebutkan nomor/ angka, anak cenderung menyebutkan dengan urutan yang tetap (“satu, dua tiga…”, bukan “tiga, dua, satu…”).

Kegiatan Pembelajaran
Mengurutkan angka 1-10
Alat dan Bahan: Kalung angka bertuliskan angka 1 sampai 10
Prosedur: Guru meminta 10 anak untuk maju ke depan kelas, kemudian anak di minta berbaris untuk mengurutkan angka 1-10 dengan menggunakan kalung angka.

Mengurutkan proses metamorfosis kupu-kupu
Alat dan Bahan: gambar telur, ulat, kepompong dan kupu-kupu.
Prosedur: Guru bercerita tentang proses metamorfosis kupu-kupu kemudian anak diminta untuk mengurutkan kembali gambar proses metamorfosis.

Mengurutkan bentuk lingkaran
Alat dan bahan: lingkaran dengan berbagai ukuran
Prosedur: Anak diminta untuk mengurutkan lingkaran mulai yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya.

Mengurutkan waktu
Alat dan Bahan: gambar aktivitas manusia dari pagi sampai malam hari
Prosedur: Guru menempelkan gambar tentang aktivitas dari pagi sampai malam hari. Kemudian anak diminta untuk mengurutkan waktu dari pagi, siang dan malam.

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment