Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, dan komunikasi, dan interaksi sosial. Keluhan autisme dipengaruhi dan diperberat oleh manifestasi alergi. Laki-laki : wanita adalah 3 : 1 (3 banding 1).
Tanda-tanda autisme
- Gangguan dalam berinteraksi sosial.
- Gangguan kemampuan berkomunikasi dan aktivitas berimajinasi.
- Hiperaktivitas, agresivitas, stereotipik kata dan gerak, menyakiti diri sendiri, penarikan diri.
- Kemampuan berbicara dan berjalan sangat terlambat.
- Hampir tidak ada kontak mata.
- Tidak ada kepatuhan.
- Tidak pernah bisa fokus.
- Bayi cenderung menghindari kontak mata.
- Senang melihat mainan yang berputar.
- Terlambat bicara dan bahasanya tidak dimengerti orang lain.
- tidak menengok bila dipanggil namanya.
- Tidak mempunyai rasa empati.
- Suka tertawa-menangis-marah tanpa sebab yang jelas.
- Gangguan perilaku bisa berlebihan atau cenderung pasif.
- Perilaku berlebihan: hiperaktif, melompat-lompat, berlari tanpa arah, berputar-putar, mengulang-ulang gerakan tertentu.
- Perilaku pasif: bengong, tatapan kosong, bermain monoton, kurang variatif.
- Faktor genetik: multifaktoral > letak gen yang terganggu tidak dapat dilokalisir. Faktor gen erat kaitannya dengan kesulitan belajar anak.
- Faktor struktur otak abnormal.
- Faktor lingkungan, misal bahan kimia merkuri.
- Abnormalitas di bagian tertentu di otak yang bertanggungjawab pada pengaturan emosi, kontrol, dan koordinasi gerak.
- Pertumbuhan otak berbeda dengan anak normal. Pada saat di kandungan sampai usia 2-3 tahun terjadi percepatan pertumbuhan otak secara abnormal dengan fungsi abnormal. Pada usia 6 tahun - remaja dan dewasa: perlambatan pertumbuhan otak sehingga volume otak saat dewasa lebih kecil dibandingkan otak normal.
Enam puluh kasus autis dan 52 kontrol di usia 2 - 26 tahun
- Saat lahir, antara anak autis dan anak normal, lingkar kepala tidak berbeda.
- Usia 2 - 4 tahun: 90% kasus autis memiliki volume otak yang lebih besar (37% makrosefali).
- Pembesaran volume otak tidak merata, berlebih pada substansi putih otak besar dan otak kecil, dan substansi kelabu otak besar, namun kurang di substansi kelabu otak kecil dan lobulus vermis VI - VII.
Pertumbuhan Otak Anak Autis
- Pertumbuhan abnormal otak anak autis dipicu oleh berlebihnya brain growth factors (zat kimia yang bertanggungjawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan dan perkembangan jalinan sel saraf). Bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tidak beraturan.
- Pertumbuhan bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf yang lain.
- Berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluarnya hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) pada otak kecil penderita autis. Hal ini dapat terjadi secara primer dan sekunder.
- Primer: karena faktor genetik, terjadi sejak awal kehamilan.
- Sekunder: karena gangguan terjadi pada saat sel purkinye sudah berkembang.
- Otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan berbahasa.
- Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
- Pembesaran otak normal pada lobus frontalis.
- Berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
- Penelitian pada monyet yang dirusak hipokampus dan amigdala menghasilkan; bayi monyet usia 2 bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif, tidak memulai kontak sosial tetapi tidak menolaknya. Pada usia 6 bulan menarik diri, menunjukkan gerakan streotipik dan hiperaktivitas.
- Cerebellum: Otak anak autis mengalami tahapan berkurangnya sebagian cerebellum.
- Hipocampus dan amigdala: ukuran lebih kecil, neuron lebih kecil dan lebih rapat.
- Lobus di cerebrum: lebih besar dari ukuran normal
- Venrikel: ukuran lebih besar.
- Nukleus Caudatus: bolume berkurang.
- Terapi Psikofarmakologi: tidak mengubah riwayat keadaan/perjalanan gangguan autis, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik, seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas, dan gangguan tidur.
- Terapi edukasi: untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi.
- Terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi, sensori integrasi (pengorganisasian informasi melalui semua indera), latihan integrasi pendengaran untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dll.
- Terapi biomedis: untuk gangguan saluran cerna >> pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein, gluten), pemberian suplemen vitamin, pengobatan terhadap jamur dan bakteri di dinding usus.
- Terapi perilaku.
- Menggunakan perubahan perilaku untuk membantu individu membangun kemampuan diri.
- Menggunakan prinsip belajar-mengajar, untuk mengajarkan sesuatu yang kurang atau tidak dimiliki anak autis, misal diajar berperhatian, meniru suara, menggunakan kata-kata, bagaimana bermain, dll.
- Terapi dilakukan berulang-ulang, dengan imbalan. Imbalan mula-mula berupa mainan, makanan, atau muinuman. Kemudian, imbalan berupa pujian, senyuman, pelukan.
- Pengajaran berlangsung intensif selama 2 tahun, 40 jam/minggu. Ada lebih dari 500 tugas individual yang diajarkan.
- Anak yang maju pesat dapat masuk kelas prasekolah dalam 6 - 12 bulan terapi. Hasil optimal tercapai bila terapi mulai sebelum usia 3 tahun.
- Penelitian: 19 anak autis di bawah 4 tahun dengan IQ rata-rata 60, dilakukan terapi perilaku menunjukkan 47 % mencapai fungsi kognitif normal, 42% memperoleh kemajuan pada berbagai bidang.
- Anak autis dapat sembuh jika Anda sabar dan ikhlas dalam mendidiknya.
Baca juga:
Cara mengenali dan mendeteksi autis sejak dini
Penanganan anak autis
Tantrum Pada anak perlu diatasi
0 comments:
Post a Comment