Thursday, 6 March 2014

TANTRUM PADA ANAK PERLU DIATASI

Tantrum umum terjadi pada batita (1-3 tahun), lalu frekuensinya akan menurun saat usia anak 3-4 tahun. Lamanya tantrum biasanya 10-15 menit, tergantung pada energi anak saat itu. Meski hampir semua anak pernah tantrum, perilaku ini tetap memiliki batas kewajaran. Tantrum yang terlalu intens/ sering dan lebih dari 15 menit, bahkan untuk masalah-masalah sepele (misal, tak dibelikan permen), sudah melebihi batas.

Tantrum juga tidak wajar jika si kecil sampai membahayakan dirinya sendiri. Seperti membenturkan kepala ke tembok, membanting diri ke lantai, menendang orang-orang di sekitarnya, dan hal-hal lain yang menyakiti diri sendiri atau orang lain.


Bila hal ini terjadi, kita perlu segera mencari solusi. Mengapa, bukankah tantrum adalah perilaku umum pada balita? Betul, namun tanpa ada penanganan yang baik, selain eskalasi tantrum bisa meningkat, dikhawatirkan tantrum berkembang menjadi kebiasaan yang akan mempengaruhi karakter/ sifat anak. Pada akhirnya, tantrum bisa terbawa hingga anak besar. Anak pun semakin sulit mengontrol emosi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

PERHATIAN DAN KASIH SAYANG
Yang perlu diketahui, tantrum berlebihan biasanya dipicu oleh keadaan lingkungan rumah yang tidak mendukung. Kurangnya perhatian pada anak dan kasih sayang, misal. Atau cara-cara mendisiplinkan yang tak konsisten, orang tua sering mengkritik, atau justru terlalu protektif. Persaingan antar saudara, keterampilan berbahasa yang tidak terasah, atau anak menderita penyakit tertentu juga berpotensi memicu tantrum. Akumulasi ketidakpuasan pada diri anak juga bisa kemarahannya meledak menjadi tantrum.
Penyebab lain yang lebih sederhana adalah rasa lapar atau lelah. Ini sebenarnya yang paling sering terjadi. Namun tantrum jenis ini umumnya tidak lama. Kalau sudah kenyang atau sudah beristirahat, anak akan menjadi tenang.

BANGUN KOMUNIKASI
Penanganan tantrum bisa dimulai dengan usaha kita untuk mengenal lebih baik sifat dan karakter anak. Pendekatan ini bisa membuat si keci merasa diterima. Kita pun makin memahami keinginannya walau komunikasi batita masih terbatas.
Mengevaluasi kembali kebutuhan anak yang tidak terpenuhi, kemudian membangun pola komunikasi yang lebih baik, juga amat disarankan. Fokus penanganan tantrum akan lebih efektif dengan meminimalisasi faktor-faktor penyebab sehingga diharapkan frekuensinya secara otomatis berkurang.
Beberapa hal yang dapat meminimalisasi penyebab tantrum, antara lain:

  1. Usahakan kita selalu mengetahui apa yang dibutuhkan anak. Contoh, sebelum bepergian, apalagi untuk perjalanan panjang, siapkan makanan/kue kecil agar anak tidak kelaparan. Ingat, tantrum terjadi lantaran batita masih sulit mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata. Untuk itulah observasi orangtua dalam mengenal faktor-faktor yang bisa memicu munculnya tantrum amat dibutuhkan.
  2. Kebutuhan buah hati tidak hanya sebatas materi, namun juga perhatian dan kasih sayang. Jadilah teman mengobrol yang menyenangkan untuk si batita. Onrolan ini dapat membuat kita makin memahami anak; hal-hal apa yang membuat anak kecewa, sedih, dan marah. Dari sini kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung anak.
  3. Ciptakan rutinitas, seperti bangun pagi, sarapan, mandi, bermain, tidur siang, dan lain-lain. Belajar mengikuti rutinitas juga berarti belajar mengontrol diri serta belajar mengenai keterbatasan.
  4. Berikan pujian ketika anak menunjukkan perilaku baik. Berikan reward yang didapat, anak akan menangkap pesan apa sih yang dimaksud dengan perilaku baik itu. Pujian juga akan membuat anak merasa dihargai dan disayang sehingga perilaku yang diharapkan semakin menetap padanya.
  5. Hindari situasi yang dapat memicu tantrum. Kalau anak tidak dapat mengontrol keinginannya setiap melihat cokelat, hindari lorong-lorong belanjaan yang berisikan makanan manis itu.
  6. Ajari anak mengambil keputusan dan hormati keputusannya. Contoh, biarkan ia memilih baju yang akan dikenakan. Beri pujian atas pilihan itu.
  7. Jangan mengabulkan permintaan anak hanya demi menghindari tantrum. Ketika Mama Papa menyerah, anak belajar untuk menggunakan perilaku tantrum itu untuk mendapatkan sesuatu.
  8. Ajarkan disiplin terhadap apa yang boleh dan yang tidak. Dengan begitu, si kecil belajar bahwa tidak semua keinginannya bisa terpenuhi, entah karena ditolak atau belajar menunda keinginan. Setiap anak adalah unik. 
Demikian pula saat kita harus menghadapi tantrum-nya. Apapun caranya, yang penting lakukan dengan sabar dan tentu hindari perilaku kasar dan tidak menyakiti anak. 


JIKA TANTRUM DI MUKA UMUM
  1. Tetap bersikap tenang. Tunjukkan muka cool, tersenyumlah.
  2. Tidak memarahi, tidak memukul, apalagi menarik secara kasar. Peluk ia dengan erat. Bisikkan kata-kata menenangkan sambil memberi pengertian.
  3. Coba alihkan perhatiannya pada hal lain yang bisa membuatnya tertarik.
  4. Bila si kecil melakukan hal-hal yang membahayakan seperti menjambak rambutnya, membenturkan kepala, atau memukul orang, segera tangkap tangannya. Jangan dilepaskan meskipun meronta-ronta.
  5. Singkirkan benda-benda yang berpotensi membahayakan anak. Tetap awasi anak dari jarak dekat.
  6. Setelah tantrumnya reda, segera gendong atau gandeng pulang. Tetap jaga komunikasi terbuka dengan si batita. Katakan kita tidak menyenangi cara marahnya, bukan karena malu, tapi karena bahaya yang bisa ditimbulkan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
  7. Next time, bila anak tidak marah saat keinginannya ditolak, beri ia pujian. Ini berarti si kecil sukses menahan emosinya.
Pada kasus-kasus tantrum yang sudah tidak dapat diatasi oleh orang tua, terkadang membutuhkan penanganan secara profesional (berkonsultasi dengan dokter anak atau psikologi anak). 
Good Luck!

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment